Urgensi Pendidik Inspiratif
Daftar Isi
Usman Roin, Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah Unugiri Bojonegoro |
Oleh Usman Roin
Terdapat buku menarik karangan Abdul Majid Khon, berjudul hadis-hadis pendidikan (hadis Tarbawi). Buku tersebut, penulis temukan saat diskusi kecil di Perpustakaan Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri), dengan mahasiswa Prodi PAI yang hebat, semangat, serta ingin istikamah dalam belajar, khususnya menulis.
Singkat cerita, tiga mahasiswa –bernama M. Ainun Najib, Putri Eka NS dan Siti Sofiyatun, dahulu pernah ikut di mata kuliah yang penulis ampu.
Saat berdiskusi di perpustakaan kampus, mereka sangat antusias terhadap apa yang penulis sampaikan. Pengalaman penulis menjadi mahasiswa S1, S2 di UIN Walisongo –dan kini S3 di almamater serupa, bagi mereka sangat menginspirasi.
Skill kecil menulis –yang penulis miliki, menjadikan mereka antusias berdiskusi. Alhasil, tukar pengalaman dan saling bertanya dalam forum meja kotak perpustakaan, berlangsung gayeng bersambut.
Usai diskusi di perpustakaan kampus, penulis sempat bertanya-tanya kepada diri sendiri. Apa yang menyebabkan mereka antusias mendengarkan pengalaman empiris penulis?
Jawaban itu, penulis temukan di buku tersebut. Tepatnya pada halaman 254, termaktub, bila pendidik -dosen, guru, ustaz dan rumpun penyebutan lainnya, akan berhasil memotivasi mahasiswa, murid, siswa, jika pendidik tersebut memiliki kelebihan yang mencirikan. Alhasil, ternyata “kelebihan” ini benang merahnya.
Perlu diketahui, Nabi Muhammad Saw, sebagai pendidik juga memiliki kelebihan mukjizat Al-Qur'an. Seorang wali Allah juga diberi kelebihan berupa karomah. Mukmin dengan ma’unah-Nya.
Apalagi pendidik dengan satu saja sifat keteladanan yang dimiliki –sebagai misal semangat meneliti dan menulis, tentu akan melahirkan skill pembeda dengan lainnya. Jika skill pembeda itu maujud, hal itu akan membuat siapa pun termotivasi meneladani jejak perilaku sang “idola” menjadi teladan yang shahih la bid'ah untuk ditiru.
Jika demikian adanya, keberadaan pendidik harus memiliki kelebihan agar menginspirasi. Tujuannya agar mahasiswa, siswa dan murid dengan sendirinya menemukan inspirator atau uswah terdekat, untuk kemudian menduplikasi “sang idola” dalam laku keseharian.
Pendidik Inspiratif
Terhadap pendidik yang menginspirasi, penulis mencuplik pendapat Prof. Dr. Idi Warsah, M.Pd.I., selaku Guru Besar Bidang Ilmu Psikologi Pendidikan Islam IAIN Curup, Bengkulu. Prof. Idi –dalam naskah pengukuhan tahun 2021, menyebut enam elemen yang kudu dimiliki, bila pendidik ingin dikata inspiratif.
Pertama, religious. Pemaknaan religious mudahnya pengetahuan sang pendidik tentang agama tercermin pula dalam laku kehidupan. Ia memiliki afiliasi karakter rahmah. Artinya, apa yang dilakukan pendidik, goal-nya adalah memberi kepada mahasiswa, siswa, maupun murid berwujud perilaku kasih sayang, empati, murah hati, dan lemah lembut.
Selain itu, pendidik yang religius –juga dicirikan, tidak mendahulukan orientasi materialistis (upah) secara vulgar sebagai ganti proses pembelajaran. Melainkan, karakteristik ketulusan, empati, peduli, dan kasih sayang di dalam dan luar kampus terwujud.
Bahkan kepribadian pendidik yang rahmah, akan menciptakan hubungan emosional “bapak-anak” yang harmonis, intensif dalam komunikasi yang didasari oleh rasa cinta dan kasih sayang.
Kedua, bijaksana dan pemaaf. Dimensi bijak mencerminkan deskripsi laku pendidik yang bijak, yang secara afektif memiliki rasa welas-asih dan empati.
Dalam hal pemaaf, bila proses pembelajaran yang telah dilalui, bukan proses yang sekali jalan dan langsung jadi. Melainkan, ada celah untuk membuat kesalahan baik saat pembelajaran berlangsung atau pada dimensi komunikasi dan interaksi pendidik-mahasiswa.
Hal tersebut wajar, oleh sebab makna belajar adalah mengonstruksi ilmu, di mana akan ada tantangan-tantangan yang membuat mahasiswa, siswa dan murid, mengalami kegagalan atau membuat kesalahan. Bila pendidik melihat sisi kelemahan pelajar sebagai proses belajar, maka ia akan menjadi pemaaf yang baik.
Ketiga, memiliki kompetensi interkultural atau kecerdasan berinteraksi secara efektif dan tepat dalam situasi atau konteks antar budaya. Pada konteks ini, pendidik bisa menempatkan diri –baik secara bahasa maupun budaya, kepada siapa dia sedang berhadapan.
Keempat, berpikir kritis. Dalam hal berpikir kritis, pendidik senantiasa mengajak untuk bertanya –apa, mengapa dan bagaimana tawaran solusi atas fenomena sosial yang terjadi. Untuk kemudian, diinterpretasikan sistematis dalam nalar ilmiah.
Kelima, memiliki wawasan teknologi yang baik. Poin ini menyiratkan makna, adanya integrasi apik –dalam hal ini pendidik, dengan kecakapan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ke dalam pembelajaran.
Keenam, inovatif. Dalam hal inovasi pembelajaran, pendidik terampil menggunakan serangkaian metode dan strategi terkini dan berbeda, guna memenuhi kebutuhan mahasiswa, siswa maupun murid –yang beragam, dengan tujuan agar fokus pembelajaran senantiasa tercipta.
Secuil uraian di atas, semoga menjadikan para pendidik –tersadar, bisa menjadi inspirasi terdekat kepada mahasiswa, murid maupun siswa hingga kepada sesama. Amin.***
Usman Roin, M.Pd. Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah Unugiri Bojonegoro